Top Ad unit 728 × 90

MENGENAL SEJARAH SUKU REJANG DI PROVINSI BENGKULU

Sejarah Suku Rejang Di Provinsi Bengkulu

blogremajabengkulu.blogspot.co.id - Suku Rejang adalah salah satu suku tertua di pulau Sumatera selain suku bangsa Melayu. Suku rejang diyakini berasal dari daerah Sumatera bagian utara dan kemudian menyebar sampai ke daerah Lebong, kepahiang, sampai di tepi sungai ulu musi di perbatasan dengan Sumatera Selatan. Suku rejang terbanyak menempati Kabupaten rejang Lebong yang kini memekarkan diri menjadi kabupaten Rejang Lebong (induk), Kabupaten Lebong dan Kabupaten Kepahiang. Bila kita lihat dari dialek bahasa yang digunakan, sangat jelas perbedaan antara bahasa melayu dan bahasa daerah di Sumatra lainnya dengan bahasa Rejang. Suku Rejang menempati Bengkulu Utara, Lebong dan di kabupaten Rejang Lebong. Suku ini merupakan terbesar di provinsi Bengkulu. Berdasarkan Tambo, orang Rejang berasal dari Bidara Cina melewati Paguruyung, juga dari Majapahit dari Jawa. Leluhur suku Rejang berasal dari Mongolia, Cina Utara.
Suku Rejang, yang mempunyai garis keturunan yang jelas, mempunyai daerah dan wilayah tempat tinggal yang diakui etnisnya, memiliki adat istiadat dan tata cara yang tinggi diantara ratusan suku bangsa yang ada di bumi nusantara ini.Hampir semua dari unsur-unsur budaya telah dimiliki oleh suku Rejang, seperti: Sejarah,Bahasa, Aksara, Sistem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup, sistem religi dan kesenian.
Sejarah suku bangsa Rejang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sejarah Rejang Purba dan sejarah Rejang Modern.Sejarah Rejang Purba dimulai dari masa kedatangan kelompok bangsa Mongolia di Bintunan Bengkulu Utara pada tahun 2090 SM hingga sebelum kedatangan para Ajai di pertengahan abad ke 14 masehi.Sejarah Rejang Modern dimulai dari masa kedatangan dan kepemimpinan para”Ajai” di Renah Skalawi ( 1348) hingga sekarang.
Disebut Rejang Purba karena dalam kurun waktu 2090 SM hingga pertengahan abad-14 M itu kehidupan suku Rejang masih sangat primitif, hidup selalu berpindah-pindah( nomaden) dar satu tempa ke tempat lain dimana tempat yang dapat memberi merek kehidupan.Kemudian mereka mulai hidup menetap dalam kelompok masyarakat “kumunal” di pedalaman hutan rimba yang tertutup dunia luar, peralatan hidup teknologi yang masih sangat sederhana, mereka penganut animisme.
Sejarah rejang modern ditandai dengan masuknya para Ajai ( Sutan Gagu alias Ninik Bisu dan Zein Hadirsyah alias Tiea Keteko) pada pertengahan abad ke -14 yang membawa perubahan pada pola kehidupan masyarakat suku Rejang, mereka mulai mengenal sistem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan sistem religi.
Menurut sejrah, semua orang rejang yang bertebaran itu berasal dari pinang Belapis, Renah Skalawi yang kini disebut Lebong.Mereka adalah anak keturunan Rhe Jang Hyang dari bangsa Mongol, cina Utara.Kira -kira 4100 tahun yang lalu atau sekitar 2090 SM, Rhe jang Hyang bersama dengan kelompoknya mendarat di pantai Slolong, daerah Bintunan, Bengkulu Utara, sekarang, ketika itu Sumatera masih bernama Swarnadwiva.
Setelah bertahun-tahun hidup merejang di dalam hutan, akhirnya mereka mulai hidup menetap dan mereka mendirikan sebuah perkampungan yang diberi nama ” Kutai Nuak”, di daerah utara NapalPutih, perbatasan antara Kabupaten Lebong dan Bengkulu Utara sekarang, tetapi masih merupakan kelompok masyarakat “kumunal” dalam arti, setiap anggotanya belum mempunyai hak milik perorangan.
Dalam keempat kepemimpinan ini mereka ada sebuah falsafah hidup yang diterapkan yang itu pegong pakeui, adat cao beak nioa pinang yang berartikan adat yang berpusat ibarat beneu. Bertuntun ibarat jalai (jala ikan), menyebar ibarat jala, tuntunannya satu. Jika sudah berkembang biak asalnya rejang tetap satu. Kenapa ibarat beneu? beneu ini satu pohon, tapi didahan daunnya kait-mengait walaupun ada yang menyebar atau menjalar jauh. Walaupun pergi ketempat yang jauh tapi tahu akan jalinan/hubungan kekeluargaannya. Bisa kembali lagi darimana asal mereka berada.
Pegong pakeui juga mengajarkan bahwa kita sebagai manusia mempunyai hak yang sama. Jika kita sama-sama memiliki, maka kita membaginya sama rata. Jika kita menakar (membagi), misalnya membagi beras, kita menakarnya sama rata atau sama banyaknya. Jika kita melakukan timbangan, beratnya harus sama berat. Itulah pegong pakeui orang rejang. Amen bagiea' samo kedaou, ameun betimbang samo beneug, amen betakea samo rato. Artinya jika membagi sama banyak, jika menimbang sama berat, jika menakar sama rata). Itulah cara adat rejang.
Suku Rejang memiliki lima marga, yaitu Jekalang, Manai, Suku Delapan, Suku Sembilan dan Selumpu. Lima marga inilah sekarang yang ada di tanah rejang yang ada di Bengkulu. Jika ada yang pindah ketempat lain mereka akan tetap berdasarkan lima marga tersebut. Walaupun mungkin banyak orang-orang rejang yang ada di Bengkulu sudah tidak tahu lagi mereka masuk kedalam marga apa. Dikatakan oleh orang tua dahulu pecua' bia piting kundei tanea' ubeuat, pecua bia' piting kundei tanea' guao', istilah rejangnya mbon stokot, 'mbar-mbar ujung aseup, royot kundeui ujung stilai. Artinya masih ada asal usul yang menyangkut tanah lebong, walau dia berpencar kemanapun. Dari kepercayaan yang ada, mereka percaya asal mula rejang itu satu. Tidak ada bibitnya (asal usulnya) dari orang lain. Semuanya berasal dari Ruang Lebong atau Daerah Lebong yaitu dari Ruang Sembilan Sematang. Walaupun sekarang orang rejang atau suku-suku rejang sudah menyebar dipelosok nusantara ini ataupun diluar negeri sekalipun.
Bahasa Rejang adalah bahasa yang digunakan di Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Lebong, dan Kabupaten Kepahiang. Keempat kabupaten tersebut termasuk dalam wilayah Provinsi Bengkulu, Indonesia. Bahasa Rejang memiliki abjad tersendiri yang dikenali sebagai abjad Kaganga. Abjad Kaganga identik dengan huruf yang ada pada abjad Batak dan abjad lampung. Kemungkinan besar karena adanya asimilasi tradisi melalui informasi di masa yang tidak kita mengerti. Bahasa Rejang terbagi dari tiga kelompok dialek, yakni dialek Rejang Curup, Rejang Kepahiang, dan Rejang Lebong. Dialek yang di Kabupaten Bengkulu Utara termasuk dialek Curup, karena tidak berbeda dengan dialek Curup.
Dari tiga pengelompokan dialek Rejang tersebut, saat ini Rejang terbagi menjadi Rejang Kepahiang, Rejang Curup, dan Rejang Lebong. Namun, meskipun dialek dari ketiga bahasa Rejang tersebut relatif berbeda, tapi setiap penutur asli bahasa Rejang dapat memahami perbedaan kosakata pada saat komunikasi berlangsung. Karena perbedaan tersebut seperti perbedaan dialek pada bahasa Inggris Amerika, bahasa Inggris Britania, dan bahasa Inggris Australia. Secara filosofis, perbedaan dialek bahasa Rejang terjadi karena faktor jarak, faktor sosial, dan faktor psikologis dari suku Rejang itu sendiri. Hal ini juga membuktikan bahwa tingkat persatuan dan kesatuan suku Rejang masih sangat rendah jika dibandingkan dengan suku bangsa terdekat lainnya anatara suku Lembak, suku Srawai dan suku Pasemah. Itu disebabkan karena suku Rejang bukan suku bangsa perantau sehingga tingkat kepemilikan tanah mereka tergolong tinggi, mereka masih mudah dipengaruhi devide et empera yang dilancarkan penjajah sejak zaman pemerintahan Hindia-Belanda. Pada zaman sekarang, politik pecah belah tersebut dilancarkan oleh golongan tertentu dengan tujuan yang relatif sama dengan penjajahan Hindia-Belanda.
Sejarah asal-usul suku Rejang telah terhapus dan hilang atau tidak tercatat, sehingga hanya terdapat beberapa spekulasi sejarah mengenai asal-usul mereka, selain beberapa cerita rakyat yang tidak dapat dibuktika kebenarannya.
Suku Rejang adalah salah satu suku tertua di pulau Sumatera selain suku bangsa Melayu. Suku rejang diyakini berasal dari daerah Sumatera bagian utara dan kemudian menyebar sampai ke daerah Lebong, kepahiang, sampai di tepi sungai ulu musi di perbatasan dengan Sumatera Selatan Suku rejang terbanyak menempati kabupaten rejang Lebong yang kini memekarkan diri menjadi kabupaten Rejang Lebong (induk), Kabupaten Lebong dan Kabupaten Kepahiang. Bila kita lihat dari dialek bahasa yang digunakan, sangat jelas perbedaan antara bahasa Melayu dan bahasa daerah di Sumatra lainnya dengan bahasa Rejang. Suku Rejang menempati Bengkulu Utara, Lebong dan di kabupaten Rejang Lebong. Suku ini merupakan terbesar di provinsi Bengkulu. Berdasarkan Tambo, orang Rejang berasal dari Bidara Cina melewati Paguruyung, juga dari Majapahit dari Jawa. Leluhur suku Rejang berasal dari Mongolia, Cina Utara.
Suku Rejang, yang mempunyai garis keturunan yang jelas, mempunyai daerah dan wilayah tempat tinggal yang diakui etnisnya, memiliki adat istiadat dan tata cara yang tinggi diantara ratusan suku bangsa yang ada di bumi nusantara ini.Hampir semua dari unsur-unsur budaya telah dimiliki oleh suku Rejang, seperti: Sejarah,Bahasa, Aksara, Sistem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup, sistem religi dan kesenian.
Sejarah suku bangsa Rejang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sejarah Rejang Purba dan sejarah Rejang Modern.Sejarah Rejang Purba dimulai dari masa kedatangan kelompok bangsa Mongolia di Bintunan Bengkulu Utara pada tahun 2090 SM hingga sebelum kedatangan para Ajai di pertengahan abad ke 14 masehi.Sejarah Rejang Modern dimulai dari masa kedatangan dan kepemimpinan para”Ajai” di Renah Skalawi ( 1348) hingga sekarang.
Disebut Rejang Purba karena dalam kurun waktu 2090 SM hingga pertengahan abad-14 M itu kehidupan suku Rejang masih sangat primitif, hidup selalu berpindah-pindah( nomaden) dar satu tempa ke tempat lain dimana tempat yang dapat memberi merek kehidupan.Kemudian mereka mulai hidup menetap dalam kelompok masyarakat “kumunal” di pedalaman hutan rimba yang tertutup dunia luar, peralatan hidup teknologi yang masih sangat sederhana, mereka penganut animisme.
Sejarah rejang modern ditandai dengan masuknya para Ajai ( Sutan Gagu alias Ninik Bisu dan Zein Hadirsyah alias Tiea Keteko) pada pertengahan abad ke -14 yang membawa perubahan pada pola kehidupan masyarakat suku Rejang, mereka mulai mengenal sistem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan sistem religi.
Menurut sejrah, semua orang rejang yang bertebaran itu berasal dari pinang Belapis, Renah Skalawi yang kini disebut Lebong.Mereka adalah anak keturunan Rhe Jang Hyang dari bangsa Mongol, cina Utara.Kira -kira 4100 tahun yang lalu atau sekitar 2090 SM, Rhe jang Hyang bersama dengan kelompoknya mendarat di pantai Slolong, daerah Bintunan, Bengkulu Utara, sekarang, ketika itu Sumatera masih bernama Swarnadwiva.
Setelah bertahun-tahun hidup merejang di dalam hutan, akhirnya mereka mulai hidup menetap dan mereka mendirikan sebuah perkampungan yang diberi nama ” Kutai Nuak”, di daerah utara NapalPutih, perbatasan antara Kabupaten Lebong dan Bengkulu Utara sekarang, tetapi masih merupakan kelompok masyarakat “kumunal” dalam arti, setiap anggotanya belum mempunyai hak milik perorangan.
Dalam keempat kepemimpinan ini mereka ada sebuah falsafah hidup yang diterapkan yang itu pegong pakeui, adat cao beak nioa pinang yang berartikan adat yang berpusat ibarat beneu. Bertuntun ibarat jalai (jala ikan), menyebar ibarat jala, tuntunannya satu. Jika sudah berkembang biak asalnya rejang tetap satu. Kenapa ibarat beneu? beneu ini satu pohon, tapi didahan daunnya kait-mengait walaupun ada yang menyebar atau menjalar jauh. Walaupun pergi ketempat yang jauh tapi tahu akan jalinan/hubungan kekeluargaannya. Bisa kembali lagi darimana asal mereka berada.
Pegong pakeui juga mengajarkan bahwa kita sebagai manusia mempunyai hak yang sama. Jika kita sama-sama memiliki, maka kita membaginya sama rata. Jika kita menakar (membagi), misalnya membagi beras, kita menakarnya sama rata atau sama banyaknya. Jika kita melakukan timbangan, beratnya harus sama berat. Itulah pegong pakeui orang rejang. Amen bagiea' samo kedaou, ameun betimbang samo beneug, amen betakea samo rato. Artinya jika membagi sama banyak, jika menimbang sama berat, jika menakar sama rata). Itulah cara adat rejang.
Suku Rejang memiliki lima marga, yaitu Jekalang, Manai, Suku Delapan, Suku Sembilan dan Selumpu. Lima marga inilah sekarang yang ada di tanah rejang yang ada di Bengkulu. Jika ada yang pindah ketempat lain mereka akan tetap berdasarkan lima marga tersebut. Walaupun mungkin banyak orang-orang rejang yang ada di Bengkulu sudah tidak tahu lagi mereka masuk kedalam marga apa. Dikatakan oleh orang tua dahulu pecua' bia piting kundei tanea' ubeuat, pecua bia' piting kundei tanea' guao', istilah rejangnya mbon stokot, 'mbar-mbar ujung aseup, royot kundeui ujung stilai. Artinya masih ada asal usul yang menyangkut tanah lebong, walau dia berpencar kemanapun. Dari kepercayaan yang ada, mereka percaya asal mula rejang itu satu. Tidak ada bibitnya (asal usulnya) dari orang lain. Semuanya berasal dari Ruang Lebong atau Daerah Lebong yaitu dari Ruang Sembilan Sematang. Walaupun sekarang orang rejang atau suku-suku rejang sudah menyebar dipelosok nusantara ini ataupun diluar negeri sekalipun.
Bahasa Rejang adalah bahasa yang digunakan di Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Lebong, dan Kabupaten Kepahiang. Keempat kabupaten tersebut termasuk dalam wilayah Provinsi Bengkulu, Indonesia. Bahasa Rejang memiliki abjad tersendiri yang dikenali sebagai abjad Kaganga. Abjad Kaganga identik dengan huruf yang ada pada abjad Batak dan abjad lampung. Kemungkinan besar karena adanya asimilasi tradisi melalui informasi di masa yang tidak kita mengerti. Bahasa Rejang terbagi dari tiga kelompok dialek, yakni dialek Rejang Curup, Rejang Kepahiang, dan Rejang Lebong. Dialek yang di Kabupaten Bengkulu Utara termasuk dialek Curup, karena tidak berbeda dengan dialek Curup.
Dari tiga pengelompokan dialek Rejang tersebut, saat ini Rejang terbagi menjadi Rejang Kepahiang, Rejang Curup, dan Rejang Lebong. Namun, meskipun dialek dari ketiga bahasa Rejang tersebut relatif berbeda, tapi setiap penutur asli bahasa Rejang dapat memahami perbedaan kosakata pada saat komunikasi berlangsung. Karena perbedaan tersebut seperti perbedaan dialek pada bahasa Inggris Amerika, bahasa Inggris Britania, dan bahasa Inggris Australia. Secara filosofis, perbedaan dialek bahasa Rejang terjadi karena faktor jarak, faktor sosial, dan faktor psikologis dari suku Rejang itu sendiri. Hal ini juga membuktikan bahwa tingkat persatuan dan kesatuan suku Rejang masih sangat rendah jika dibandingkan dengan suku bangsa terdekat lainnya suku Lembak, suku Serawai, dan suku Pasemah. Itu disebabkan karena suku Rejang bukan suku bangsa perantau sehingga tingkat kepemilikan tanah mereka tergolong tinggi, mereka masih mudah dipengaruhi devide ed empera yang dilancarkan penjajah sejak zaman pemerintahan Hindia-Belanda. Pada zaman sekarang, politik pecah belah tersebut dilancarkan oleh golongan tertentu dengan tujuan yang relatif sama dengan penjajahan Hindia-Belanda.
Sejarah asal-usul suku Rejang telah terhapus dan hilang atau tidak tercatat, sehingga hanya terdapat beberapa spekulasi sejarah mengenai asal-usul mereka, selain beberapa cerita rakyat yang tidak dapat dibuktika kebenarannya.

Satu-satunya peninggalan yang masih bertahan sampai sekarang, adalah bahasa Rejang. Bahasa Rejang adalah suatu bahasa yang dianggap unik dan terpelihara sampai sekarang. Selain itu juga Rumah Adat suku Rejang masih bertahan sebagai peninggalan budaya Rejang di masa lalu.
Suku Rejang merupakan masyarakat dengan populasi terbesar di provinsi Bengkulu. Beberapa kebudayaan mereka terpelihara dengan baik, mereka tidak mudah menyerap kebudayaan atau apapun yang berasal dari luar adat-istiadat dan kebiasaan mereka. Oleh karena itu sampai saat ini kebudayaan mereka masih terbilang asli. Sejak zaman dahulu suku Rejang telah memiliki adat-istiadat. Karena mayoritas suku Rejang masih mempertahankan kebudayaan mereka, tidak heran jika hukum adat yang berupa denda dan cuci kampung masih dipertahankan hingga sekarang. Suku Rejang sangat memuliakan harga diri, seperti halnya penjagaan martabat kaum perempuan, penghinaan terhadap para pencuri, dan penyiksaan dan pemberian hukum denda terhadap pelaku zina. Suku Rejang mayoritas adalah penganut agama Islam yang taat. Karena itu beberapa tradisi adat Rejang dipengaruhi oleh ajaran Islam. Kepercayaan adat masa lalu telah berubah menjadi kepercayaan terhadap ajaran agama Islam. Budaya mereka juga identik dengan nuansa Islam.
Masyarakat suku Rejang pada umumnya bukanlah termasuk bangsa perantau. Mereka terbiasa hidup bertahan di wilayah mereka sendiri. Tetapi mereka cukup terbuka terhadap pendatang, sehingga wilayah pemukiman mereka banyak dimasuki oleh para pendatang seperti suku Pasemah, Serawai, Minangkabau, Bugis, Batak dan Jawa.
Sejarah asal-usul Rejang yang sebenarnya sudah sangat tidak memungkinkan diriwayatkan secara benar senyata fakta sebenarnya. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang mengakibatkan sejarah asal-usul Rejang yang terhapus dan hilang ditelan ketidaktahuan generasi masa lalu. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
Suku Rejang belum memahami media yang berperan untuk dijadikan pedoman yang tepat untuk meriwayatkan sejarah, seperti kemampuan menggambar, menulis, memahat, maupun hal-hal lain yang dapat memungkinkan untuk terdeteksi oleh generasi yang akan datang untuk disejarahkan. Bukti-bukti arkeolog tersebut belum ditemukan keberadaannya hingga zaman sekarang.
Suku Rejang masih dipengaruhi oleh tradisi yang bersifat fiktif, sehingga hal-hal yang tidak masuk akal dimasukkan dalam kisah sejarah. Hal ini menjadikan sejarah asal-usul Rejang menjadi kisah fiktif yang validitas dan reliabilitasnya jauh dari patokan untuk meriwayatkan sejarah.
Suku Rejang tidak terlalu mempedulikan masa lampau, tapi menerima sejarah masa lalu yang diriwayatkan oleh para sejarawan dan cendikiawan asing yang berstatus penjajah. Hal ini juga dihubungkan dengan beberapa oknum suku Rejang yang terlalu percaya diri berpendapat menurut kemauannya sendiri, padahal kemampuan berbahasa Rejang dengan berbagai dialek Rejang yang ada tidak dikuasainya. Suku Rejang yang berpartisipasi dalam proyek tersebut juga bukan berstatus orang Rejang asli, apalagi menjalani kehidupan di komunitas suku Rejang yang masih asli.
Suku Rejang dengan sumber daya alam yang paling dieksploitasi oleh penjajah menjadi daerah yang dijadikan asal-usul suku Rejang. Ini disebabkan oleh rekayasa dari para penjajah yang memang memiliki kemampuan membaca dan menulis, sedangkan suku Rejang sangat dibodohkan. Sifat dari penjajah yang seperti ini sudah diketahui oleh para sejarawan Indonesia, yakni penjajah menjauhkan bangsa Indonesia untuk mengetahui ilmu pengetahuan modern. Pengetahuan modern seperti kemampuan ilmu bahasa, ilmu hitung, ilmu filsafat, maupun ilmu-ilmu modern yang lainnya belum didapatkan oleh suku Rejang yang merupakan suku bangsa di Indonesia. Ini terbukti dengan aksara kaganga yang konon merupakan tulisan asli suku Rejang, tapi pada kenyataan tidak mampu dipahami suku Rejang masa silam hingga masa sekarang. Hal ini juga menumbuhkan keraguan bahwa aksara tersebut adalah asli tulisan suku Rejang yang memang prakarsa suku Rejang itu sendiri.
Suku Rejang terlalu suka meniru secara tidak kreatif, ini terbukti dengan alat musik tradisional, tari tradisional, rumah adat, adat upacara pernikahan, dan bahkan pakaian adat yang ada semuanya imitasi dari suku bangsa terdekat dan pendatang yang ada di tanah Rejang. Fenomena ini secara kasat mata dapat langsung ditebak oleh setiap pengamatnya, meskipun pengamat tersebut adalah seorang amatir.
Dari beberapa faktor di atas, sulit sekali mendeteksi sejarah asal-usul suku Rejang. Meskipun demikian, masih ada satu peninggalan yang masih diwariskan secara nyata dan masih ada hingga sekarang. Warisan tersebut adalah bahasa Rejang, sebuah bahasa yang unik yang belum punah hingga sekarang. Walaupun bukti-bukti arkeologi belum ada terbukti keberadaannya secara fakta, tapi bahasa dapat dijadikan pedoman menelusuri sejarah Rejang. Hal ini membuktikan bahwa orang yang paling berperan untuk meriwayatkan Rejang adalah suku Rejang dengan kemampuan bahasa Rejang tingkat mahir atau penutur asli bahasa Rejang yang mampu berkomunikasi dengan orang-orang Rejang dengan kemampuan meriwayatkan kisah lampau secara ilmiah.
rumah Adat suku Rejang
Satu-satunya peninggalan yang masih bertahan sampai sekarang, adalah bahasa Rejang. Bahasa Rejang adalah suatu bahasa yang dianggap unik dan terpelihara sampai sekarang. Selain itu juga Rumah Adat suku Rejang masih bertahan sebagai peninggalan budaya Rejang di masa lalu.
Suku Rejang merupakan masyarakat dengan populasi terbesar di provinsi Bengkulu. Beberapa kebudayaan mereka terpelihara dengan baik, mereka tidak mudah menyerap kebudayaan atau apapun yang berasal dari luar adat-istiadat dan kebiasaan mereka. Oleh karena itu sampai saat ini kebudayaan mereka masih terbilang asli. Sejak zaman dahulu suku Rejang telah memiliki adat-istiadat. Karena mayoritas suku Rejang masih mempertahankan kebudayaan mereka, tidak heran jika hukum adat yang berupa denda dan cuci kampung masih dipertahankan hingga sekarang. Suku Rejang sangat memuliakan harga diri, seperti halnya penjagaan martabat kaum perempuan, penghinaan terhadap para pencuri, dan penyiksaan dan pemberian hukum denda terhadap pelaku zina. Suku Rejang mayoritas adalah penganut agama Islam yang taat. Karena itu beberapa tradisi adat Rejang dipengaruhi oleh ajaran Islam. Kepercayaan adat masa lalu telah berubah menjadi kepercayaan terhadap ajaran agama Islam. Budaya mereka juga identik dengan nuansa Islam.
Masyarakat suku Rejang pada umumnya bukanlah termasuk bangsa perantau. Mereka terbiasa hidup bertahan di wilayah mereka sendiri. Tetapi mereka cukup terbuka terhadap pendatang, sehingga wilayah pemukiman mereka banyak dimasuki oleh para pendatang seperti suku Pasemah, Serawai, Minangkabau, Bugis, Batak dan Jawa.
Sejarah asal-usul Rejang yang sebenarnya sudah sangat tidak memungkinkan diriwayatkan secara benar senyata fakta sebenarnya. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang mengakibatkan sejarah asal-usul Rejang yang terhapus dan hilang ditelan ketidaktahuan generasi masa lalu. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
Suku Rejang belum memahami media yang berperan untuk dijadikan pedoman yang tepat untuk meriwayatkan sejarah, seperti kemampuan menggambar, menulis, memahat, maupun hal-hal lain yang dapat memungkinkan untuk terdeteksi oleh generasi yang akan datang untuk disejarahkan. Bukti-bukti arkeolog tersebut belum ditemukan keberadaannya hingga zaman sekarang.
Suku Rejang masih dipengaruhi oleh tradisi yang bersifat fiktif, sehingga hal-hal yang tidak masuk akal dimasukkan dalam kisah sejarah. Hal ini menjadikan sejarah asal-usul Rejang menjadi kisah fiktif yang validitas dan reliabilitasnya jauh dari patokan untuk meriwayatkan sejarah.
Suku Rejang tidak terlalu mempedulikan masa lampau, tapi menerima sejarah masa lalu yang diriwayatkan oleh para sejarawan dan cendikiawan asing yang berstatus penjajah. Hal ini juga dihubungkan dengan beberapa oknum suku Rejang yang terlalu percaya diri berpendapat menurut kemauannya sendiri, padahal kemampuan berbahasa Rejang dengan berbagai dialek Rejang yang ada tidak dikuasainya. Suku Rejang yang berpartisipasi dalam proyek tersebut juga bukan berstatus orang Rejang asli, apalagi menjalani kehidupan di komunitas suku Rejang yang masih asli.
Suku Rejang dengan sumber daya alam yang paling dieksploitasi oleh penjajah menjadi daerah yang dijadikan asal-usul suku Rejang. Ini disebabkan oleh rekayasa dari para penjajah yang memang memiliki kemampuan membaca dan menulis, sedangkan suku Rejang sangat dibodohkan. Sifat dari penjajah yang seperti ini sudah diketahui oleh para sejarawan Indonesia, yakni penjajah menjauhkan bangsa Indonesia untuk mengetahui ilmu pengetahuan modern. Pengetahuan modern seperti kemampuan ilmu bahasa, ilmu hitung, ilmu filsafat, maupun ilmu-ilmu modern yang lainnya belum didapatkan oleh suku Rejang yang merupakan suku bangsa di Indonesia. Ini terbukti dengan aksara kaganga yang konon merupakan tulisan asli suku Rejang, tapi pada kenyataan tidak mampu dipahami suku Rejang masa silam hingga masa sekarang. Hal ini juga menumbuhkan keraguan bahwa aksara tersebut adalah asli tulisan suku Rejang yang memang prakarsa suku Rejang itu sendiri.
Suku Rejang terlalu suka meniru secara tidak kreatif, ini terbukti dengan alat musik tradisional, tari tradisional, rumah adat, adat upacara pernikahan, dan bahkan pakaian adat yang ada semuanya imitasi dari suku bangsa terdekat dan pendatang yang ada di tanah Rejang. Fenomena ini secara kasat mata dapat langsung ditebak oleh setiap pengamatnya, meskipun pengamat tersebut adalah seorang amatir.
Dari beberapa faktor di atas, sulit sekali mendeteksi sejarah asal-usul suku Rejang. Meskipun demikian, masih ada satu peninggalan yang masih diwariskan secara nyata dan masih ada hingga sekarang. Warisan tersebut adalah bahasa Rejang, sebuah bahasa yang unik yang belum punah hingga sekarang. Walaupun bukti-bukti arkeologi belum ada terbukti keberadaannya secara fakta, tapi bahasa dapat dijadikan pedoman menelusuri sejarah Rejang. Hal ini membuktikan bahwa orang yang paling berperan untuk meriwayatkan Rejang adalah suku Rejang dengan kemampuan bahasa Rejang tingkat mahir atau penutur asli bahasa Rejang yang mampu berkomunikasi dengan orang-orang Rejang dengan kemampuan meriwayatkan kisah lampau secara il
miah.

semoga sejarah diatas bisa membuat pembaca lebih mengenal jauh lagi tentang sejarah dan adanya suku rejang di provinsi bengkulu. terimakasih
MENGENAL SEJARAH SUKU REJANG DI PROVINSI BENGKULU Reviewed by Unknown on 04.54.00 Rating: 5

Tidak ada komentar:

All Rights Reserved by BLOG REMAJA BENGKULU © 2014 - 2015
Powered By Blogger, Designed by Sweetheme

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.